BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar_Belakang
Inflasi di dunia ekonomi modern sangat memberatkan masyarakat. Hal
ini dikarenakan inflasi dapat mengakibatkan lemahnya efisiensi dan
produktifitas ekonomi investasi, kenaikan biaya modal, dan ketidakjelasan
ongkos serta pendapatan di masa yang akan datang. Keberadaan permasalahan
inflasi dan tidak stabilnya sektor riil dari waktu ke waktu senantiasa menjadi
perhatian sebuah rezim pemerintahan yang berkuasa serta otoritas moneter .
Lebih dari itu, ada kecenderungan inflasi dipandang sebagai permasalahan yang
senantiasa akan terjadi . Hal ini tercermin dari kebijakan otoritas moneter
dalam menjaga tingkat inflasi.
Deflasi istilah
ini tiba-tiba banyak dibicarakan kalangan ekonomi dunia. Katanya, negara-negara
maju dirundung deflasi? Apa implikasinya? Bagaimana konsekuensinya? Bagaimana
pula hal ini akan berdampak terhadap perekonomian dunia.
Fenomena
deflasi di negara-negara maju membawa kekhawatiran tertentu terhadap kinerja
perekonomian dunia. Jepang membuktikan, deflasi menyebabkan kredit macet
raksasa di sektor perbankan. deflasi tidak selalu identik dengan cerita seram.
Kisah sukses ekonomi Cina saat ini, ternyata berasal dari deflasi. Tekanan
jumlah penduduk dan rendahnya pendapatan per kapita, merupakan jalan tol menuju
deflasi yang selanjutnya menjadikan ekspor negara itu berkembang pesat
1.2 Tujuan



1.3 Metode
Metode
yang saya gunakan :


1.4 Batasan Permasalahan
Dalam hal ini saya mempunyai batasan –
batasan masalah terhadap Spesifikasi Komputer, diantaranya :



1.5 Sistematika Penulisan
1
Judul
2
Kata pengantar
3
Daftar isi
4
Pendahuluan
5
Pembahasan
6
Kesimpulan
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari
harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari
satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut
meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga
barang-barang lain, Boediono (1982: 155). Dalam praktek, inflasi dapat diamati
dengan mengamati gerak dari indek harga. Tetapi di sini harus diperhitungkan
ada tidaknya suppressed inflation
(inflasi yang ditutupi).
Akibat inflasi secara umum adalah
menurunnya daya beli masyarakat karena secara riel tingkat pendapatannya juga
menurun. Jadi, misalkan besarnya inflasi pada tahun yang bersangkutan naik
sebesar 5% sementara pendapatan tetap, maka itu berarti secara riel pendapatan
mengalami penurunan sebesar 5% yang akibatnya relatif akan menurunkan daya beli
sebesar 5% juga, Putong (2002: 254).
2.2.Rumus Menghitung Inflasi
Adapun rumus untuk menghitung inflasi adalah:
1.


2.


In adalah inflasi, IHKn adalah harga
konsumen tahun dasar (dalam hal ini nilainya 100, IHKn-1 adalah
indeks harga konsumen tahun berikutnya. Dfn adalah GNP atau PDB
deflator tahun berikutnya, Dfn-1 adalah GNP atau PDB deflator tahun
awal (sebelumnya).
Contoh:
Harga
untuk jenis barang tertentu pada tahun 2005 Rp10.000,00 per unit, sedangkan
harga pada tahun dasar Rp8.000,00 per unit maka indeks harga pada tahun 2005
dapat dihitung sebagai berikut.
Ini
berarti pada tahun 2005 telah terjadi kenaikan IHK sebesar 25% dari harga
dasar yaitu 125-100 (sebagai tahun dasar). Sedangkan untuk menghitung tingkat
inflasi digunakan rumus sebagai berikut.
Dimana,
IHKn = Indeks Harga Konsumen periode
ini
IHKo = Indeks Harga Konsumen periode
lalu
Contoh:
Pada guntingan
berita di atas Kepala BPS Choiril Maksum mengemukakan kelompok transpor,
komunikasi dan jasa keuangan pada bulan Oktober 2005 mencatat inflasi 28,57.
Terjadi kenaikan indeks dari 127,91 pada September 2005 menjadi 164,45% pada
bulan Oktober 2005. Dikatakan pada berita tersebut terjadi inflasi sebesar
28,57% dari bulan September 2005 sampai Oktober 2005. Bagaimana kita menghitung
angka 28,57%?
Jadi jelas bahwa angka 28,57 %
tersebut dihitung dengan rumus di atas. Ingat : Inflasi selalu dinyatakan
dengan % tetapi indeks tidak dinyatakan dengan %.
2.3.Jenis Inflasi
1.
Berdasarkan sifatnya.
Berdasarkan sifatnya inflasi dibagi menjadi 4 kategori utama, Putong (2002:
260), yaitu:
a. Inflasi
merayap/rendah (creeping Inflation), yaitu inflasi yang besarnya kurang dari
10% pertahun.
b.
Inflasi
menengah (galloping inflation) besarnya antara 10-30% pertahun.
c.
Inflasi
berat (high inflation), yaitu inflasi yang besarnya antara 30-100% pertahun.
d.
Inflasi
sangat tinggi (hyper inflation), yaitu inflasi yang ditandai oleh naiknya harga
secara drastis hingga mencapai 4 digit (di atas 100%).
2.
Berdasarkan
sebabnya inflasi dibagi menjadi 2, Putong (2002: 260), yaitu:
a.
Demand Pull Inflation. Inflasi ini timbul karena adanya permintaan
keseluruhan yang tinggi di satu pihak, di pihak lain kondisi produksi telah
mencapai kesempatan kerja penuh (full employment), akibatnya adalah sesuai
dengan hukum permintaan, bila permintaan banyak sementara penawaran tetap, maka
harga akan naik.

b.
Cost Push Inflation. Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena
naiknya biaya produksi (naiknya biaya produksi dapat terjadi karena tidak
efisiennya perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang bersangkutan jatuh /
menurun, kenaikan harga bahan baku industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari
serikat buruh yang kuat dan sebagainya).

Akibat
dari kedua macam inflasi tersebut, dari segi kenaikan harga output, tidak
berbeda, tetapi dari segi volume output (GDP riil) ada perbedaan. Dalam kasus
demand inflation, biasanya ada kecenderungan untuk output (GDP riil) menaik
bersama-sama dengan kenaikan harga umum. Sebaliknya dalam kasus cost inflation,
biasanya kenaikan harga-harga dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang
(kelesuan usaha). Perbedaan yang laindari kedua proses inflasi ini terletak
pada urutan dari kenaikan harga. Dalam demand inflation kenaikan harga barang
akhir (output) mendahului kenaikan barang-barang input dan harga-harga faktor
produksi (upah dan sebagainya). Sebaliknya, dalam cost inflation kita melihat
kenaikan harga barang-barang akhir (output) mengikuti kenaikan harga
barang-barang input/faktor produksi.
Kedua
macam inflasi ini jarang sekali dijumpai dalam praktek dalam bentuk yang murni.
Pada umumnya, inflasi yang terjadi di berbagai negara di dunia adalah kombinasi
dari kedua macam inflasi tersebut, dan seringkali keduanya saling memperkuat
satu sama lain, Boediono (1982: 157-158).
3.
Berdasarkan
asalnya inflasi dibagi menjadi 2, Putong (2002: 260), yaitu:
a.
Inflasi
yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation) yang timbul karena
terjadinya defisit dalam pembiayaan dan belanja negara yang terlihat pada
anggaran belanja negara.
b.
Inflasi
yang berasal dari luar negeri, karena negara-negara yang menjadi mitra dagang
suatu negara mengalami inflasi yang tinggi, harga-harga barang dan juga ongkos
produksi relatif mahal, sehingga bila terpaksa negara lain harus mengimpor
barang tersebut maka harga jualnya di dalam negeri tentu saja bertambah mahal.
2.4.Teori Inflasi
Secara garis besar ada 3 (tiga) kelompok
teori mengenai inflasi. Ketiga teori itu adalah, Boediono (1982: 169-170):
1.
Teori Kuantitas (persamaan pertukaran dari Irving Fisher:
MV=PQ)
Teori
kuantitas adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini masih
sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di zaman modern ini, terutama
di negara-negara yang sedang berkembang. Teori ini mengatakan bahwa penyebab
utama dari inflasi adalah:
a.
Pertambahan jumlah uang yang
beredar
b.
Psikologi (harapan) masyarakat
mengenai kenaikan harga-harga (expectations) di masa mendatang.
Tambahan jumlah uang beredar sebesar x% bisa
menumbuhkan inflasi kurang dari x%, sama dengan x% atau lebih besar dari x%,
tergantung kepada apakah masyarakat tidak mengharapkan harga naik lagi, akan
naik tetapi tidak lebih buruk daripada sekarang atau masa-masa lampau, atau
akan naik lebih cepat dari sekarang, atau masa-masa lampau.
2.
Teori Keynes
Teori
Keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup di luar batas
kemampuan ekonomisnya. Teori ini menyoroti bagaimana perebutan rezeki antara
golongan-golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaan agregat yang lebih
besar daripada jumlah barang yang tersedia (yaitu, apabila timbul inflationary
gap). Selama inflationary gap tetap ada, selama itu pula proses inflasi
berkelanjutan. Teori ini menarik karena:
a.
Menyoroti peranan system
distribusi pendapatan dalam proses inflasi,
b.
Menyarankan hubungan antara
inflasi dan faktor-faktor non-ekonomis.
3.
Teori strukturalis
Teori
strukturalis adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di
negara-negara Amerika Latin. Teori ini memberikan tekanan pada ketegaran
(inflexibilities) dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang.
Teori strukturalis adalah teori inflasi jangka panjang. Disebut teori inflasi
jangka panjang karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor structural dari
perekonomian (yang, menurut definisi, faktor-faktor ini hanya bisa berubah
secara gradual dan dalam jangka panjang). Menurut teori ini, ada 2 (dua)
ketegaran utama dalam perekonomian negara-negara sedang berkembang yang bisa
menimbulkan inflasi.
a.
Ketegaran yang pertama berupa
“ketidakelastisan” dari penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor yang tumbuh
secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Kelambanan ini disebabkan
karena :
1)
Harga di pasar dunia dari
barang-barang ekspor negara tersebut makin tidak menguntungkan dibanding dengan
harga barang-barang impor yang harus dibayar.
2)
Supply atau produksi
barang-barang ekspor yang tidak responsive terhadap kenaikan harga (supply
barang-barang ekspor yang tidak elastis). Kelambanan pertumbuhan ekspor ini
berarti kelambanan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan
untuk konsumsi maupun untuk investasi. Akibatnya, negara tersebut terpaksa
mengambil kebijaksanaan pembangunan yang menekankan pada penggalakan produksi
dalam negeri dari barang yang sebelumnya diimpor (import substitution
strategy).
b.
Ketegaran yang kedua berkaitan
dengan ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan di dalam
negeri.
.
2.5.Dampak Inflasi
1.
Bila
harga barang secara umum naik terus-menerus, maka masyarakat akan panik,
sehingga perekonomian tidak berjalan normal, karena di satu sisi ada masyarakat
yang berlebihan uang memborong barang, sementara yang kekurangan uang tidak bisa
membeli barang, akibatnya negara rentan terhadap segala macam kekacauan yang
ditimbulkannya.
2.
Sebagai
akibat dari kepanikan tersebut maka masyarakat cenderung untuk menarik tabungan
guna membeli dan menumpuk barang sehingga banyak bank di rush, akibatnya bank
kekurangan dana dan berdampak pada tutup atau bangkrut, atau rendahnya dana
investasi yang tersedia.
3.
Produsen
cenderung memanfaatkan kesempatan kenaikan harga untuk memperbesar keuntungan
dengan cara mempermainkan harga di pasaran, sehingga harga akan terus menerus
naik.
4.
Distribusi
barang relatif tidak adil karena adanya penumpukan dan konsentrasi produk pada
daerah yang masyarakatnya dekat dengan sumber produksi dan yang masyarakatnya
memiliki banyak uang.
5.
Bila
inflasi berkepanjangan, maka produsen banyak yang bangkrut karena produknya
relatif akan semakin mahal sehingga tidak ada yang mampu membeli.
6.
Jurang
antara kemiskinan dan kekayaan masyarakat semakin nyata yang mengarah pada
sentimen dan kecemburuan ekonomi yang dapat berakhir pada penjarahan dan
perampasan.
7.
Dampak
positif dari inflasi adalah bagi pengusaha barang-barang mewah (highend) yang
mana barangnya lebih laku pada saat harganya semakin tinggi (masalah prestise).
8.
Masyarakat
akan semakin selektif dalam mengkonsumsi, produksi akan diusahakan seefisien
mungkin dan konsumtifisme dapat ditekan.
9.
Inflasi
yang berkepanjangan dapat menumbuhkan industri kecil dalam negeri menjadi
semakin dipercaya dan tangguh.
10.
Tingkat
pengangguran cenderung akan menurun karena masyarakat akan tergerak untuk
melakukan kegiatan produksi dengan cara mendirikan atau membuka usaha, Putong
(2002: 263-264).
2.6.Cara Mencegah dan Mengatasi Inflasi
Dengan
menggunakan persamaan Irving Fisher MV=PQ, dapat dijelaskan bahwa inflasi
timbul karena MV naik lebih cepat daripada Q. Jadi untuk mencegah inflasi
variabel M atau V harus dikendalikan, lalu volume Q ditingkatkan. Untuk
mengatur M, V, dan Q dapat dilakukan dengan berbagi kebijakan Nopirin (2005:
34-35), yaitu:
1.
Kebijaksanaan
Moneter
a. Mengatur jumlah uang yang beredar (M). Salah
satu komponennya adalah uang giral. Uang giral dapat terjadi dalam dua cara,
yaitu seseorang memasukkan uang kas ke bank dalam bentuk giro dan seseorang
memperoleh pinjaman dari bank berbentuk giro, yang kedua ini lebih inflatoir.
Bank sentral juga dapat mengatur uang giral dengan menaikkan cadangan minimum,
sehingga uang beredar lebih kecil. Cara lain yaitu menggunakan discount rate.
b.
Memberlakukan
politik pasar terbuka (jual/beli surat berharga), dengan menjual surat
berharga, bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar.
2.
Kebijakan
Fiskal
Dengan
cara pengurangan pengeluaran pemerintah serta menekan kenaikan pajak yang dapat
mengurangi penerimaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
3. Kebijakan yang Berkaitan dengan Output
Dengan
menaikkan jumlah output misal dengan cara kebijaksanaan penurunan bea masuk
sehingga impor barang meningkat atau penaikan jumlah produksi, bertambahnya
jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
4. Kebijaksanaan Penetuan Harga dan Indexing
Dengan penentuan ceiling harga, serta mendasarkan pada
indeks harga tertentu untuk gaji/upah (dengan demikian gaji/upah secara riil
tetap). Kalau indeks harga naik, maka gaji/upah juga naik, begitu pula kalau
harga turun.
5.
Sanering
Sanering berasal dari bahasa Belanda
yang berarti penyehatan, pembersihan, reorganisasi. Kebijakan sanering antara
lain: Penurunan nilai uang, Pembekuan sebagian simpanan pada bank – bank
dengan ketentuan bahwa simpanan yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan
jangka panjang oleh pemerintah.
6.
Devaluasi
Devaluasi adalah penurunan nilai
mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri. Jika hal tersebut
terjadi biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai mata uang dalam
negeri tetap stabil. Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan dengan menurunnya
nilai uang satu negara terhadap nilai mata uang asing. Devaluasi juga merujuk
kepada kebijakan pemerintah menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata
uang asing.
2.7.Pengertian Deflasi
Deflasi merupakan suatu gejala ekonomi yang
menunjukkan penurunan harga penjualan pasar akibat kemerosotan ekonomi. Menurut
definisi IMF, deflasi adalah suatu fenomena ekonomi yang terjadi akibat
berlangsungnya resesi panjang akibat penurunan harga penjualan pasar
kurang-lebih 2 tahun. Deflasi dapat dikatakan suatu gejala ekonomi yang
berbahaya, seperti halnya inflasi, karena terus meningkatkan situasi labil
terhadap faktor subjek ekonomi secara psikologi. Dan bagaikan resesi panjang
deflasi dapat pula menjatuhkan nilai aset sekaligus menghantam berbagai sektor
perekonomian.
Pada deflasi, jumlah uang yang beredar dalam
masyarakat terlalu sedikit, sedangkan barang dan jasa tersedia secara melimpah
sehingga kenaikan secara tajam nilai mata uang dan peningkatan peranan uang
tidak dapat dihindarkan. Dalam keadaan deflasi, para penjual akan merasa tidak
aman untuk menahan persediaan barangnya terlalu lama, karena khawatir tingkat
harga akan terus menurun. Sebaliknya, pihak pembeli akan bersikap menunggu
dengan harapan harga akan lebih turun lagi.
2.8.Jenis-Jenis Deflasi
Dilihat dari proses terjadinya, deflasi dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.
DEFLASI STRATEGIS
Deflasi
ini terjadi akibat diterapkannya kebijakan pengontrolan terhadap gejala
konsumsi berlebihan untuk mengatasi kenaikan harga pasar
b.
DEFLASI SIRKULASI
Deflasi
ini terjadi pada masa transisi dari kemakmuran ekonomi menjadi kemerosotan
ekonomi, akibat ketidakseimbangan antara daya produksi dan konsumsi. Gejala ini
mendorong penurunan harga penjualan pasar dalam resesi ekonomi, akibat semakin
kurangnya jumlah kebutuhan terhadap barang-barang ekonomis yang berlebihan
2.9.Penyebab Deflasi
Istilah deflasi adalah lawan kata dari inflasi.
Inflasi berkaitan erat dengan gejala konsumsi yang berlebihan, sedangkan
deflasi ada kaitannya dengan pemasokan yang berlebihan. Dengan kata lain,
apabila pemasokan barang-barang ekonomis melampaui daya konsumsi, dapat
mengakibatkan penurunan harga penjualan pasar. Gejala ini mendorong kemerosotan
investasi modal oleh perusahaan, dan memicu turunnya suku bunga sehingga menimbulkan
pengurangan baik jumlah tenaga kerja maupun upah gaji.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa ada empat buah penyebab Deflasi :
1. Menurunnya persediaan uang di masyarakat.
2. Meningkatnya Persediaan Barang
3. Menurunnya permintaan akan barang.
4. Naiknya permintaan akan uang
1. Menurunnya persediaan uang di masyarakat.
2. Meningkatnya Persediaan Barang
3. Menurunnya permintaan akan barang.
4. Naiknya permintaan akan uang
2.10. Akibat
Deflasi
Deflasi akan mempengaruhi harapan yang akan
datang dan psikologi para pengusaha. Proses deflasi juga akan mempengruhi
penurunan tingkat investasi yang juga tentu saja akan membawa kesulitan bagi
perekonomian.
Deflasi dapat menyebabkan menurunnya persediaan
uang di masyarakat dan akan menyebabkan depresi besar (seperti yang dialami
Amerika) dan juga akan membuat pasar Investasi (Saham) akan mengalami
kekacauan. Dikarenakan harga barang mengalami penurunan, konsumen memiliki
kemampuan untuk menunda belanja mereka lebih lama lagi dengan harapan harga
barang akan turun lebih jauh. Akibatnya aktivitas ekonomi akan melambat dan
memberikan pengaruh pada spiral deflasi (deflationary
spiral). Dampak susulan dari melesunya kegiatan ekonomi adalah banyak
pekerja yang akhirnya mengalami PHK karena pemiliki bisnis tidak sanggup
membayar gaji karyawannya.
Dengan demikian pendapatan yang diterima
masyarakat menjadi sedikit dan jumlah uang yang beredar di masyarakat semakin
berkurang. Dari sisi investasi, deflasi juga mengakibatkan melesunya investasi
di sektor riil maupun di lantai bursa. Akibatnya ini akan menambah berat
kelesuan ekonomi dikarenakan tidak ada lagi aktivitas bisnis yang berjalan.
Deflasi juga dapat menyebabkan suku bunga disuatu negara menjadi nol persen.
Lalu diikuti juga dengan turunnya suku bunga pinjaman di bank. Ini memang
merupakan langkah paliatif untuk mencegah masyarakat menyimpan uangnya di bank
yang dapat membuat peredaran uang semakin kecil.
2.11. Cara
Mengatasi Deflasi
Deflasi dapat diibaratkan jatuh sakitnya
seseorang karena jarang berolah raga. Apabila seseorang pada dasarnya memiliki
kaki normal namun malas menggunakannya, maka ini akan mengakibatkan menyusutnya
otot-otot kaki yang jarang digunakan tersebut. Dalam jangka waktu lebih lama
orang tersebut akan tidak dapat berjalan sama sekali berhubung otot sudah
terlalu lemah untuk digunakan. Apabila keadaan ini justru didiamkan, bukan
tidak mungkin akan mengalami kelumpuhan selamanya.
Hal ini parallel dengan deflasi. Cara terbaik
untuk mengatasinya adalah dengan melatih kembali otot-otot yang sudah lama
tidak digunakan. Meski memakan waktu lama, hal ini adalah satu-satunya cara
untuk mengembalikan kekuatan otot yang melemah. Dengan kata lain untuk mencegah
deflasi menjadi krisis ekonomi besar, pemerintah dan semua pihak yang terkait
harus bersepakat untuk memulai kembali kegiatan ekonomi yang sempat terhenti
karena salah urus tersebut. Tentu saja ini membutuhkan waktu yang tidak
sedikir. Lazim dikatakan oleh para analis eknonomi bahwa deflasi merupakan
kondisi krisis moneter yang sebenarnya tidak memiliki obat yang efektif.
Apabila pada inflasi Bank Sentral dapat menaikkan suku bunga untuk menahannya,
menurunkan suku bunga bahkan hingga nol persen bukanlah jalan keluar bagi
deflasi. Pasalnya ini akan membuat pemasukan pemerintah menjadi nol juga atau
bahkan negative. Belum lagi hal ini akan memicu aksi spekulan luar negeri yang
dapat menjalankan Carry Trade sehingga nilai uang justru menjadi jatuh.
Akibatnya, biaya impor menjadi terbebani sementara ekspor tidak menunjukkan
kenaikan signifikan berhubung melemahnya mata uang disebabkan oleh aksi
spekulan semata-mata.
Cara yang paling lazim digunakan adalah
memberikan stimulus ekonomi berupa bantuan likuiditas ke sektor bisnis. Dengan
demikian diharapkan kegiatan ekonomi kembali berputar. Pemerintah juga dapat
memotong pajak dan meningkatkan belanjanya sendiri untuk menggairahkan
perekonomian. Dari sisi Bank Sentral, pemerintah juga dapat meningkatkan
peredaran uang di masyarakat dengan membeli surat hutang sektor swasta dan menukarkannya
dengan uang tunai. Selain itu, juga dapat dilakukan dengan memotong suku bunga.
Namun seperti dijelaskan di atas, memotong suku bunga bukanlah jalan keluar
yang sesungguhnya tetapi hanya sekedar pengobatan sementara untuk menggairahkan
ekonomi dan mengharapkan harga bergerak naik dengan sendirinya.
Selain itu, juga dapat diatasi melalui
kebijakan pemerintah dengan jalan melakukan tambahan pembelanjaan sebesar
(sejumlah) celah deflasi itu sendiri, kemudian menambahkan pengeluaran
masyarakat, baik untuk konsumsi maupun investasi.
BAB
III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Inflasi adalah
kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali
bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian
besar dari harga barang-barang lain.
Inflasi digolongkan
menurut beberapa cara, dapat menurut laju inflasi (ringan, sedang, berat, hiper
inflasi), sebab awalnya (demand atau cost inflation), asalnya (domestic atau
imported inflation).
Ada 3 teori utama mengenai
inflasi. Teori Kuantitas menekankan bahwa penyebab utama inflasi adalah
pertambanahn jumlah uang beredar dan psikologi masyarakat mengenai kenaikan
harga di masa mendatang. Teori Keynes: inflasi terjadi karenan masyarakat hidup
diluar batas kemampuan sekonomisnya.. Teori strukturalis: sebab inflasi adalah
dari kekakuan struktur ekonomi.
Biaya Inflasi. Biaya Inflasi yang diharapkan muncul
adalah: Shoe leather cost, Menu cost, Complaint and
opportunity loss cost, Biaya
perubahan peraturan/undang-undang pajak, dan Biaya ketidaknyamanan hidup. Biaya
inflasi yang tidak diharapkan: Redistribusi pendapatan antara debitor dengan
kreditor dan Penurunan nilai uang pensiunan.
Dampak inflasi antara lain engara rentan timbul kekacauan, masyarakat
menarik tabungan, bank kekurangan dana dam bangkrut, harga semakin naik,
distribusi barang tidak adil, produsen bangkrut, dampak positifnya adalah
masyarakats emakinselektif memilih barang, menumbuhkan industri kecil, dan
pengangguran berkurang karena banyak wirausahawan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi
inflasi adalah yang berkaitan dengan Kebijaksanaan Moneter, Kebijakan Fiskal,
Kebijakan yang Berkaitan dengan Output, Kebijaksanaan Penetuan Harga dan
Indexing, Sanering,
dan Devaluasi.
Kombinasi antara jumlah penduduk yang amat banyak,
pendapatan per kapita yang amat rendah, dan tingkat pengangguran yang masih
tinggi (sekitar tujuh persen), berimplikasi pada upah buruh dan biaya produksi
yang rendah. Akibat selanjutnya, terjadi deflasi secara substansial.
Untuk mengeliminasi deflasi ini sejumlah saran sudah
diberikan. Selain meneruskan kebijakan suku bunga yang teramat rendah (suku
bunga pasar uang tiga bulanan kini hanya 0,02 persen), Jepang juga disarankan
melakukan pemotongan pajak (tax cuts) untuk merangsang konsumen belanja lebih
banyak. Intinya, baik sisi moneter maupun fiskal harus sama-sama ekspansif,
supaya deflasi dapat segera distop.
0 komentar
Post a Comment